Minggu, 26 Januari 2014

Fiksi - Cerita Belum Ada Judul

Foto: aaminahsnowdon.co.uk

BAGIAN I


Waktu itu aku sedang berkunjung ke rumahnya. Hari itu sedang sore. Cuaca di luar biasa saja. Seperti hari yang sudah-sudah, ketika aku datang, ayah dan ibunya sedang asyik bekerja sama menyirami tanaman di halaman depan. Mereka bilang dia ada di kamarnya. Seperti hari yang sudah-sudah juga, setelah bilang ‘ok’ aku langsung masuk ke rumahnya. Tapi sebelumnya kucomot pisang goreng hangat yang ada di atas meja di pelataran.

Kamarnya ada di lantai dua. Berarti aku harus menaiki tangga dulu. Sebenarnya soal tangga ini tidak penting untuk diceritakan, tapi aku sedang ingin. Nah, aku sudah ada di depan kamarnya. Di depan pintu kamarnya ada tulisan “AREA TIDAK BOLEH MEROKOK”. Iya, dia bukan perokok. Apalagi aku. Tulisan itu ditujukan kepada kawan-kawannya yang lain yang berkunjung ke kamarnya.

Kuketuk pintu kamarnya, dan kupanggil namannya. Itu biar menunjukkan bahwa aku sedang melakukan tindakan yang sopan dengan tidak langsung membuka kamarnya. Karena biasanya tidak dia kunci.

“Masuk, tidak dikunci,” katanya setengah berteriak. Kalimat yang selalu sama ketika aku mengetuk pintu kamarnya.

Pintu kubiarkan tetap terbuka. Aku lihat dia sedang duduk di atas lantai berhadapan dengan laptop di atas meja kecil. Tangan kanannya memegang mouse. Jari telunjuknya di atas scroll mouse.

“Hei, sedang apa?” tanyaku.

“Nanti aku akan bercerita. Tetapi sekarang aku membaca kisah orang lain dulu. Kisah Si Dilan dan Milea,” jawabnya sambil tetap menatap layar laptop.

“Kalau kamu tidak bisa menunggu tidak apa-apa,” sambungnya.

“Iya, aku tidak bisa menunggu. Aku juga mau ikut membaca kisah, siapa tadi?”

“Si Dilan dan Milea. Ya boleh lah. Nah, duduk di sini.”

Tangan kirinya menepuk lantai sebelah kirinya sambil menggeser badannya ke kanan.

“Tetapi maaf, aku bau, belum mandi.”

“Hahaha. Kamu kira aku sudah mandi?” Aku menyenggolnya.

“Eh?” dia mengacak-acak rambutku dengan tangan kirinya.

“Belum mandi juga kan?”


BAGIAN II


Asyik juga cerita Si Dilan dan Milea. Tanganku bergerak untuk menekan tombol tanda panah ke bawah.

“Eh, jangan digeser dulu,” tangan kanannya langsung menyambar tanganku. Jari telunjuknya menggiling scroll mouse.

“Dasar lambat ih!”

“Aku memang pembaca lamban. Tenang saja, tinggal tiga paragraf lagi kok.”

Aku menunggunya sekitar satu menit lima puluh tujuh detik untuk menyelesaikan membaca tiga paragraf. Tapi kalau kubilang tiga menit, kamu juga akan percaya, kan?

Kemudian dia menggiling scroll mouse lagi.

“Hahaha. Kamu memang benar-benar pembaca lamban.”

Tidak ada tanggapan darinya. Dasar pembaca lamban!

Aku melanjutkan membaca. Sambil menunggu dia menggiling scroll mouse ketika aku sudah membaca sampai layar laptop bagian bawah. Dan akhirnya kami menemukan satu kata yang diketik kapital dan tebal.

“Lho, kok bersambung?” tanyaku seperti kepada diri sendiri.

“Memang begitu.”

“Kapan sambungannya ada?” tanyaku. Kuhadapkan badanku ke sebelah kanan.

“Tidak tahu. Tergantung si penulisnya.”

Ya sudah, kutagih janjinya. Kemudian dia mulai bercerita.


BERSAMBUNG

1 komentar:

Komentar-komentar