Rabu, 01 Maret 2023

Hari Kejatuhan Langit

Pada hari kejatuhan langit jutaan air diturunkan ke bumi hingga basah seluruh permukaannya. Air hujan membawa saya kepada tepian jalan raya untuk mengeluarkan jas hujan ponco berlubang kepala dua yang baru dibeli pekan lalu. Saya dan Emma memakainya untuk pertama kali. Emma lalu berkomentar, seperti barongsai, katanya. Saya hanya tertawa untuk menanggapinya.

Pergi ke tempat kerja berdua. Pulangnya jadi sendiri. Kita tidak harus selalu bersama. Kadang jarak dan waktu memaksa kita untuk berpisah sementara dalam sekian waktu yang tidak selalu konsisten.

Seperti pagi hari yang telah lalu, sore hari berubah mendung yang perlahan menurunkan rintik-rintik hujan di atas genting, pohon tabebuya, flyover, helm, jemuran baal dan badut boboiboy sedih. Saya dan orang-orang sepakat menepi untuk memakai jas hujan masing-masing. Hujan rintik yang kian deras seakan memburu kami para pengendara motor: Ayo cepat pakai!

Angin kencang turut serta dalam meramaikan hari kejatuhan langit. Kolaborasi hujan deras dan angin kencang berhasil mengurangi jarak pandang ke depan maupun jarak pandang ke belakang di spion. Kolaborasi hujan deras dan angin kencang juga sukses menciutkan nyali saya untuk menarik gas terlalu kencang. Jalanan licin dan sungguh berbahaya bila memaksakan diri untuk ngebut.

Di bawah serbuan hujan deras dan angin kencang saya merasa seperti sendirian saja di bumi. Jarak antara saya dan mereka hanya sebuah jas hujan ponco berbahan PVC semi karet, berwarna hijau botol. Dalam keadaan seperti itu saya sangat berharap untuk bisa sampai rumah dengan selamat lalu menceritakan peristiwa kejatuhan langit kepada kamu. Saat hujan deras dan angin kencang sudah lama reda. Saat lampu terang berganti redup. Kemudian sayup-sayup terdengar doa: Bismika allahumma ahyaa wa bismika amuut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar