Jumat, 24 Juni 2011

Kamar Impianku

Kamar. Adalah sebuah ruangan kecil di dalam rumah—ya, ada juga yang ukurannya besar, tergantung besar kecilnya rumah atau sesuai keperluan sang empunya kamar. Kamar berfungsi sebagai tempat melepas lelah setelah seharian beraktifitas. Untuk menyendiri juga bisa. Untuk menangis apabila ada sesuatu yang perlu ditangisi. Seperti di sinetron-sinetron. Seorang cewek yang lagi patah hati karena putus sama pacarnya berlari-lari masuk ke kamar dengan membanting pintu tanpa mengindahkan orang yang memanggilnya, trus menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Nangis dah tu sambil meluk guling atau boneka kesanyangan. Kamar biasanya ditempati satu, dua, atau tiga orang. Lebih enak kalau sendiri—menurutku. Tapi, kalau sudah menikah tentu lebih enak berdua. Apalagi kalau lagi hujan behhh..
Kamar. Sedikit yang kuketahui tentang kamar. Di umur yang kesembilan belas ini sama sekali aku belum mempunyai kamar sendiri. Ruang tamulah yang menjadi kamarku, bersama Umin dan Arif. Pernah, pas temanku datang ke rumah buat nge-print bahan kuliah dia bertanya, “Lan, di mana kamarmu?” waktu itu kami lagi di ruang tamu, “Ya, inilah kamarku,” kataku. “Luas, kan?” sambungku dengan bangga.
Tidur di atas tikar rotan dilapisi kasur tipis dan sebuah kelambu tak masalah bagi kami. Kadang, aku cuma tidur di atas lantai biar tengah malam bisa bangun untuk belajar atau tahajud—ini kalau lagi rajin.
Sebenarnya, aku juga ingin punya kamar sendiri seperti teman-temanku. Kalau aku punya kamar, aku punya privasi. Aku bisa melakukan apapun tanpa ada yang tahu. Aku bisa membuat pajangan-pajangan tanpa ada yang menggangunya seperti di ruang tamu. Kamarku kerajaanku. Aku bisa membawa temanku ke kamarku kalau dia lagi berkunjung. Dan banyak hal lagi yang akan kulakukan dengan kamar.
Biar bagaimanapun aku harus tetap bersyukur. Tanpa kamar, aku masih bisa tidur nyenyak. Kalau kepanasan, aku bisa menyalakan kipas angin. Kalau kedinginan, aku bisa menarik selimutku. Ya, masih banyak orang yang kurang beruntung daripada aku. Jangankan punya kamar, rumahpun enggak. Sudah semestinyalah aku bersyukur. Kan, kalau bersyukur nikmat akan ditambah.
Ya, inilah impianku. Aku ingin membangun kamarku sendiri. Kisahku kali ini cukup sampai di sini saja, tak usah panjang-panjang. Takutnya nanti air mataku menetes.

1 komentar:

  1. Well,we had same hope,pal.
    Aku juga pengen punya kamar,hanya saja...ya...tiap nabung duitnya diambil sama nyokap/bokap,bagaimana mau punya kamar?
    Tiap minta,jawabannya sama "Uangnya dapet darimana?"
    Well,inilah hidup,walaupun susah jalani aja...
    Keep spirit bro!

    BalasHapus

Komentar-komentar