Kamis, 28 Maret 2013

19 Fiksi Mini

Foto: amandamandapants (flickr.com)
 
Aku menyukai fiksi. Apalagi kalau fiksi fantasi kayak Harry Potter karangan J.K. Rowling, Bartimaeus Trilogy buatan Jonathan Stroud, atau The Time Keeper olahan Mitch Albom. Aku lupa kapan tepatnya ketika menemukan akun @fiksimini di twitter. Itu adalah tempat belajar membuat fiksi mini dalam 140 karakter. Selalu ada tema yang berbeda setiap harinya. Dinamakan fiksi mini karena panjang kisahnya sangat pendek.

Sejak itu aku jadi suka membuat fiksi mini di twitter. Sebagian besar fiksi mini yang kubuat berdasarkan kejadian yang pernah aku alami. Kujadikan fiksi mini biar bisa mengingat kejadian itu. Karena aku kurang percaya dengan ingatanku. Nah, ini aku tuliskan fiksi mini itu.

Kesatu. Ini cuma imajinasiku.

PENGECUT - Air mataku sembunyi di balik hujan deras.

Kedua. Ini sewaktu ada keluarga yang berobat ke dukun. Kemudian disuruh si dukun beli ikan sepat. Barangkali penyakitnya akan dipindahkan ke ikan sepat. Tapi Alhamdulillah, ikan sepatnya dibuang. Tidak jadi.

BEROBAT - Ajaib. Gondok di lehernya mengempis. Ayam hitam yang baru dibeli menggelinjang. Sesaat kemudian mati.

Ketiga. Ini sewaktu membuat janji bertemu dengan dosen. Waktu mau kudatangi beliau membatalkannya. Ah.

ADIL - “Ketemuannya diundur besok saja ya,” ujar dosen. “Besok kami sibuk, Pak.” Bantah mahasiswa.

Keempat. Ini sewaktu aku batuk. Tenggorokanku gatal sekali. Sekitar dua minggu baru sembuh.

GATAL - Ada yang menggelitik di tenggorokan kakek. Tawanya tertahan begitu cairan pekat merah keluar dari mulutnya.

Kelima. Ini sewaktu aku menonton acara musik di tv. Kebetulan, yang sedang tampil itu boyband.

TERANGSANG - Jantungnya berdegup kencang. Napas Jono ngos-ngosan begitu menonton sejumlah lelaki berdandan menyanyi dan menari di televisi.

Keenam. Ini sewaktu aku memotong bawang merah. Aneh. Mataku tidak berair. Pasti molekul ethysulfine dari bawang merah itu tidak mengenai mataku.

MATI RASA - Air mataku habis. Memotong bawang merah saja aku tidak menangis.

Ketujuh. Ini cuma imajinasiku.

MENANGIS - Malu-malu air mata keluar dari ujung mata. Tapi kembali masuk begitu tahu pemilik mata bernama Alex.

Kedelapan dan kesembilan. Ini perihal tempat pasar yang ketika malam jadi tempat beberapa pelacur jualan. Aku melewati tempat itu jika pulang malam dari rumah kawanku.

MALAM - Kupu-kupu menghinggapi bunga. Kulihat sayapnya terpasang label harga.

BERDAGANG - Malam semakin sunyi. Kupu-kupu beterbangan di gang sempit mencari bunga. Lalu hinggap.

Kesepuluh. Ini sewaktu tengah malam yang turun hujan. Meriuhkan sepi.

BUMI BASAH - Bunyi berisik di langit. Padahal sebelumnya malam ini sunyi. Juga ada menyala. Lalu jatuh air banyak.

Kesebelas. Ini sewaktu seorang kawan lelaki yang menanyaiku ini “lagi ngapain?”. Ya, aku risih ditanyai seperti itu oleh sesama lelaki. Karena tidak akrab.

INILAH AKU - Inilah aku. Kamu mau apa? Aku mau eek. Kamu sedang apa. Tak mau kutahu. Aku sedang apa. Terserah aku.

Kedua belas. Ini sewaktu beberapa hari mataku sebelah kiri sering berair. Tidak tahu karena apa.

BOCOR - Mata kiriku terus mengeluarkan air. Terlindas paku kukira.

Ketiga belas. Ini sewaktu aku di jalan mau ke rumah kawan. Aku melihat ada nenek yang sedang tidur di trotoar jembatan.

KAMAR - Nenek terlelap di atas jembatan panjang. Langit jam 12 siang memayunginya.

Keempat belas. Ini sewaktu aku menuju tempat parkir kampus mau pulang. Kemudian melihat 4 orang bocah lelaki mengorek-ngorek kantong plastik besar berisi kotak kue.

MAKAN BESAR - Di tong sampah banyak kotak kue bekas pesta. Empat bocah lusuh tiba-tiba muncul entah dari mana.

Kelima belas. Ini sewaktu aku putarkan lagu keroncong untuk kakekku. Itu membuat kenangan-kenangannya muncul dari masa lalu. Muka kakekku jadi terlihat sendu. Lagu keroncong kesukaannya adalah Jembatan Merah.

MESIN WAKTU - Begitu mendengar lagu keroncong, uban-uban di rambut kakek jadi hitam.

Keenam belas. Ini cuma imajinasiku.

KONSPIRASI - Tali kekang imajinasiku terlepas. Ujung-ujung jariku menari-nari menghentak tombol-tombol keyboard.

Ketujuh belas. Ini sewaktu aku membuat fiksi mini mengikuti tema dari @fiksimini. Tapi tidak diretweet. Masih belum bagus.

OBITUARI - Keringat mengucur deras dari matanya ketika membaca perihal ibunya di koran.

Kedelapan belas. Ini sewaktu aku menonton berita kriminal di tv. Seorang suami memutilasi istrinya yang disangka selingkuh.

AMBIGU – Aku tak (menyangka)l Niba bisa segila itu. Memakan jantung, hati, dan tahi korbannya.

Kesembilan belas. Ini sewaktu sore aku melihat orang yang sudah beruban di depan rumahku. Dia naik motor dengan gerobak yang diikatkan di belakang motornya. Dia mau mengantarkan kayu panjang dan papan tripleks yang ada di gerobaknya. Anehnya, dia tidak tahu nama orang yang mau didatanginya. Habis maghrib baru ketemu orang yang dicarinya.

LUPA – Kakek duduk berkawan sebatang kretek. Menunggu yang dia tidak tahu siapa namanya.


Maulana Usaid
28 Maret 2013

1 komentar:

Komentar-komentar