Rabu, 31 Mei 2017

Hari Ini Rabu

Kadang aku merasa waktu berjalan cepat. Kadang juga aku merasa waktu berjalan lambat. Kadang aku ingin waktu berjalan lambat. Kadang juga aku ingin waktu berjalan cepat. Dengan kondisi yang tidak menentu seperti itu, kenapa waktu bisa dihitung?

Betapa dunia berubah-ubah. Hari ini ayam berjalan, esok jadi kemoceng. Hari ini ular melata, esok jadi ikat pinggang. Hari ini Rabu, esok jadi Kamis. Meski tidak diingatkan, kita tahu bahwa esok adalah Kamis. Karena apa? Karena sudah ribuan, jutaan kali diulang-ulang. Bahkan sebelum kita lahir di bumi, sejak pertama kali nama-nama hari dalam bahasa Indonesia ditemukan. Tetapi kenapa meski sudah ribuan kali mengulang, tetap saja kadang gagal. Kadang takut menghadapi esok yang belum tentu sebagaimana apa yang dipikirkan dan dibayangkan. Pikiran-pikiran tentang kekhawatiran memenuhi kepala, terbawa ke tidur, hingga esoknya bangun dengan kepala yang sakit. 

Seperti perumpamaan bola karet, semakin keras jatuh maka semakin tinggi akan melambung. Tapi kemudian akan kembali ke bawah bila sudah mencapai titik tertinggi. Itu bila jatuhnya di permukaan yang keras. Bagaimana bila jatuh di lumpur? Hmm. 

Bagaimana pun kesedihan dan kemurungan tidak selalu. Begitu juga kesenangan dan kegembiraan. Berbagai macam perasaan datang silih berganti. Hidup tidak melulu bahagia seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya juga sedih. 

Kadang-kadang hal yang menyedihkan muncul tiba-tiba. Bertebaran di sosial media yang semakin liar. Ada video bocah kecil yang meregang nyawa karena terjatuh dari entah lantai berapa, sementara yang lain hanya melihat lalu merekam dengan ponselnya lalu menyebarkannya ke sosial media. Ada juga bayi yang kakinya diseret oleh pengasuhnya di atas lantai kamar mandi, lalu tangannya diinjak. Sementara si bayi berontak tak berdaya. Bukankah demikian sangat mengusik perasaan? Hmm. 

Dan bayangkan, di suatu malam dingin kamu singgah di depan apotek untuk membeli sesuatu yang sudah direncanakan di rumah. Kamu melihat seorang laki-laki dewasa berjaket parasut sedang tidur di emperan ruko yang tutup di sebelah apotek. Ia peluk erat ransel yang ada di atasnya. 

Oh, orang-orang saling membenci. Menyerang kepada yang lainnya dengan gambar-gambar dan kata-kata. Sementara mungkin saja siapa di sana sedang tersenyum tertawa menyaksikan itu semua. Bukankah damai dan tenteram lebih nyaman? Hmm. 

Kita ada di bumi bersama manusia-manusia lainnya untuk saling menjaga perasaan. Agak sulit memang untuk menyesuaikan dengan apa yang ada di luar diri kita. Mempertahankan adab dan akhlak tetap terjaga baik, sementara emosi yang sedang menguasai adalah kemarahan. Bahkan, seorang saleh bernama Ibnul Mubarak perlu waktu 30 tahun untuk belajar adab.

Waktu terus bergerak. Mudah-mudahan kita mendapatkan lebih banyak kebijaksanaan dan kebaikan untuk menghadapi rabu versi yang baru. 


Maulana Usaid
31 Mei 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar