Selasa, 26 Juni 2018

Catatan Hari Raya #4

Pada tanggal 12 syawal ini, aku bertanya kepada diriku sendiri, apa kabarku pada ramadan tahun ini?

Aku seorang pelupa. Kukira kamu juga. Hari ini ingat. Tiga hari dan seminggu kemudian masih ingat. Lepas itu lalu lupa. Tertimpa oleh ingatan-ingatan baru yang datang belakangan. Lalu, di hari-hari yang akan datang diingatkan kembali entah dengan cara apa dan oleh siapa.

Aku mencari-cari apa yang tersisa di ingatanku tentang ramadan tahun ini. Ada banyak hal yang terjadi. Hal-hal yang baik dan juga buruk. Namun, hal-hal yang baik lebih mendominasi. Kukira ramadan tahun ini lebih baik daripada ramadan tahun lalu. Terlebih ketika di pertengahan bulan ada suatu hal baru untukku, dan itu benar-benar tidak pernah aku duga sebelumnya.

Ramadan sudah berakhir. Ini adalah syawal. Ketika ramadan berlalu apakah membuat hati bersedih atau biasa saja. Atau sedih kemudian segera berbahagia karena akan bertemu dengan hari raya. Hari suka cita. Hari bergembira ria. Hari makan-makan.

Di hari-hari terakhir bulan ramadan ada suatu kebiasaan masyarakat untuk kembali ke kampung halaman. Kebiasaan itu bernama mudik. Mudik, kukira adalah suatu perjalanan dan juga perjuangan. Lebih dari itu, mudik adalah suatu usaha untuk membayar rindu kepada orang-orang di tempat asal dan kenangan-kenangan yang pernah dibuat. Karena dari sana semuanya bermula. Dan berproses menjadi seperti yang sekarang ada.

Di hari lebaran ada ibu yang rindu dengan anaknya dan ayah yang tidak tahu cara mengekspresikannya. Mereka tidak butuh harta untuk dibawa pulang. Tetapi kehadiran anak-anaknya di hadapan mereka itu sudah cukup.

Ramadan sudah benar-benar berakhir, apa yang tersisa dari aku? Apa sudah menjadi orang yang lebih baik? Ketika ketinggalan salat berjamaah di masjid, apakah bisa membuat hati bersedih? Ketika mendapati diri kehilangan hafalan surah-surah, juga membuat bersedih? Atau tidak sempat membaca alquran barang satu halaman dalam sehari, membuat hati bersedih juga? Dapatkah aku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku lontarkan kepada aku itu? Atau jangan-jangan aku masih bingung dengan perasaanku sendiri yang bisa berubah-ubah.

Sungguh aku tidak suka dipuji. Apalagi ketika berdiri di hadapan orang banyak. Ini benar-benar membuatku malu kepada diriku sendiri, bahwa aku sebenarnya tidak sebaik apa yang disangkakan. Aku lebih tahu dengan diriku sendiri. Tetapi diam-diam aku mengamini di dalam hati.

Kita masing-masing menyimpan kepedihan sendiri-sendiri, yang akan dibagikan kepada siapa yang kita percayai untuk mendengarkan. Kita manusia perlu bercerita. Bahkan, kalaupun kita adalah orang yang tertutup. Itu pendapatku. Maafkan bila aku salah.

Setiap yang ada harus siap untuk tiada. Dan yang masih bertahan sebaiknya berlapang dada.

Kadang-kadang aku tidak tahu apakah yang kulakukan sudah benar atau salah. Doaku adalah mudah-mudahan ramadan tahun depan akan ada aku di sana, yang sudah lebih baik dari saat sekarang. Begitupun dengan kamu yang membaca ini. Kalau tidak datang, maka kebaikan perlu dijemput kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar