Escape from reality for a moment, begitu saya menjuduli cerita ini. Entah grammar-nya benar atau salah, saya tidak terlalu yakin. Setidaknya saya sudah mengeceknya di google translate. Escape from reality for a moment, dalam bahasa Indonesia berarti lari sejenak dari kenyataan.
Bagi saya, membaca buku fiksi adalah suatu bentuk usaha melarikan diri dari dunia nyata. Melupakan dan melepaskan apa yang terjadi di dunia nyata. Masuk sementara ke dalam dunia rekaan yang diciptakan oleh pengarang buku lalu kembali lagi ke dunia nyata setelah selesai membacanya.
Kadang berjalan di dunia nyata terasa melelahkan. Karena adakalanya bertemu dengan peristiwa tidak menyenangkan, meskipun hal yang menyenangkan juga bagian dari hidup.
Seperti halnya berjalan jauh. Tidak melulu harus selalu berjalan. Ada waktu yang harus diambil untuk beristirahat dulu lalu mengambil udara dengan bernapas santai setelah berjalan sejauh sepuluh kilometer. Kemudian lanjut berjalan lagi.
Apapun bukunya, apapun ceritanya. Seru atau membosankan. Bahkan, agak sulit untuk dipahami oleh otak saya yang tingkat intelejensinya tidak seberapa ini. Membaca buku fiksi menjadi salah satu pilihan saya untuk beristirahat.
Saya baru saja selesai membaca buku fiksi berjudul Tiga Dalam Kayu. Berisi delapan belas judul cerita pendek. Mungkin sebanyak enam puluh empat atau lima puluh tiga persen saya tidak memahami cerita-ceritanya, tapi tetap saja saya baca hingga akhir buku. Karena saya sudah terlanjur menyukai penulisnya--Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie: bagaimana cara dia menuturkan cerita dengan kalimat-kalimat yang menurut saya kadang berbelit-belit atau aneh.
Setelah mencicil beberapa hari, pagi hari ini saya telah menyelesaikannya dengan bantuan kopi sederhana seduhan tangan sendiri. Kopi hitam tanpa gula. Kopi Swing O Wander yang saya beli dari teman bernama Tirta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar-komentar