Sabtu, 30 Juli 2011

Membangun Semangat dengan Memotivasi Diri Sendiri

Semangat, ya, salah satu yang diperlukan untuk menjalani hidup ini. Tanpa semangat, melakukan sesuatu apapun menjadi terpaksa. Bahkan, tanpa semangat manusia tidak bisa melakukan apa-apa.

Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, secara harfiah semangat berarti perasaan hati; nafsu (kemauan, gairah) untuk bekerja, dan berjuang. Jadi, semangat dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan hati untuk melakukan suatu pekerjaan dimana perasaan itu disertai dengan kemauan yang penuh nafsu dan gairah.

Semangat sendiri muncul karena adanya motivasi, yang berarti dorongan yg timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.

Di sini, saya ingin berbagi bagaimana cara memotivasi diri sendiri. Karena selama ini cara yang saya lakukan selalu berhasil.

Berikut, 4 cara yang biasa saya lakukan untuk membangun semangat.

1. Menyumpah atau memaki-maki diri sendiri
Contoh kasusnya adalah pada saat bangun pagi. Kalau malas, menyumpahlah dalam hati. Misalnya, “Bangun, bangsat! Tidur terus, mau jadi apa! Jadi gembel?” Cara ini terkesan kasar dan merendahkan diri sendiri. Tapi percayalah, cara ini efektif.

Bisa saja kalau ingin menggantinya, misalnya, “Bangun, pintar. Bangun, manis. Ayo, sayang.” Tetapi, cara ini kurang efektif. Karena terkesan memanjakan.

Coba saja lihat orang yang dihina, disumpahi, dan dimaki-maki, biasanya akan muncul emosi marah. Nah, emosi marah inilah yang harus diubah menjadi semangat.

Bagaimana caranya? Kita ambil saja contoh makian tadi. “Bangun, bangsat! Tidur terus, mau jadi apa! Jadi gembel?” Tentu saja pikiran tidak terima dan langsung menjawab, “Ya, enggak mau lah jadi gembel.” Dan tubuh meresponnya dengan segera bangun.

2. Menghitung 1, 2, dan 3
Pernah pada suatu malam saya lagi rebahan di lantai sambil main hp. Saat itu sudah masuk waktu sholat isya. Berat rasanya badan ini ingin bangun menjalankan sholat Isya. Serasa dilem, semakin lama semakin kuat rekatannya. Saya dilema, antara mau sholat dan malas. Entah kenapa tiba-tiba saya berkata dalam hati, “1..2..3... Bangun!” Seketika itu saya langsung bangun, tanpa ada perlawanan dari dalam pikiran saya sendiri. Dilanjutkan dengan berwudhu dan sholat Isya.

Memang sedikit konyol, tapi inilah yang paling mudah untuk dilakukan. Saya menyebutnya ‘Teknik 123’. Cara kerjanya seperti hipnotis. Saat mengatakan ‘1..2..3... Bangun!’ saya tidak memberontak atau membantah apa yang saya katakan itu. Saya hanya fokus pada kata setelah ‘1..2..3...’, yaitu ‘Bangun!’
Agar ‘Teknik 123’ ini berhasil, kuncinya ada dua. Pertama, jadilah seperti orang yang dihipnotis. Apapun yang Anda katakan setelah ‘1..2..3...’ ikuti saja—jangan membantah! Kunci kedua adalah MAU! Ya, dua itu saja.

3. Meluruskan niat dan fokus tujuan
Ingat, setiap amal tergantung pada niat. Untuk apa saya sekolah? Untuk apa saya kuliah? Untuk apa saya bekerja? Untuk apa saya belajar? Tentukan dulu apa yang menjadi niat.

Niat juga berarti tujuan. Misalnya saya, saya memiliki tujuan mejadi seorang penulis. Lantas apa yang harus saya lakukan? Ya, saya harus banyak latihan menulis. Tentu, juga harus banyak membaca. Karena membaca adalah bahan bakarnya penulis.

Seandainya saya hanya duduk bengong dengan tangan kiri mengorek-ngorek lubang hidung dan tangan kanan menggaruk-garuk pantat, apakah saya akan jadi penulis hebat yang melahirkan tulisan-tulisan indah?

4. Pergi ke pasar pagi
Tiap pagi hari biasanya ayah saya selalu membuat jus sayur. Dari kecambah, seledri, tomat, sampai bayam. Dan kebetulan pagi itu sayur di kulkas sudah habis. Beliau mengajak saya untuk menemani ke pasar pagi membeli sayuran.

Sesampainya di pasar pagi semangatku tiba-tiba melonjak tinggi. Bagaimana tidak? Kulihat semangat terpancar dari wajah para pedagang. Kira-kira saat itu pukul setengah 7 pagi. Berarti sebelum itu mereka sudah mempersiapkan barang dagangan dari rumah. Mungkin jam 6 pagi. Mungkin juga lebih pagi lagi setelah sholat Subuh. Disaat sebagian orang masih meringkuk dalam selimut mimpi masing-masing setelah menyelesaikan sholat Subuh, atau bahkan terlelap sejak malam tanpa mengindahkan azan Subuh di mesjid. Dengan senyuman dan wajah gembira mereka menawarkan barang-barang dagangan mereka. “Ikan segar, pak! Ikan segar, bu!” “Bayam.. Bayam... Baru dipetik dari kebun.” Suara-suara mereka lantang berkumandang di sudut-sudut pasar pagi.

Ya, secara tidak langsung mereka sudah mengalirkan energi semangat kepada saya. Biasakanlah untuk bangun pagi dan cobalah sesekali jalan-jalan ke pasar pagi.

Ya, itulah cara-cara saya memotivasi diri sendiri. Sehebat apapun seorang motivator, motivator yang paling hebat adalah cermin. Lihatlah cermin. Mungkin Anda sudah bosan membaca ocehan-ocehan saya, jadi saya akhiri saja tulisan ini.

Referensi:
Penyusun, Tim (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Maulana Usaid
Banjarmasin
30/07/2011, 10.38 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar