Kamis, 27 September 2012

Beberapa Sajak Pendek Tentang Malam

Sumber Foto: epSos.de

Aku suka malam—cinta tepatnya. Juga, apa-apa yang ada di dalamnya. Bulan, misalnya. Ah, ini karena peristiwa Okultasi Jupiter Agustus lalu. Sejak saat itu aku sering memperhatikan bulan. Setiap melihat bulan aku menganalogikannya. Kalau bulan sedang sabit, aku membayangkan bulan tersenyum. Kalau bulan setengah, aku melihatnya sebagai mangkuk cekung.

Aku pernah menuliskan beberapa sajak pendek tentang malam di tumblrku. Inilah sajak-sajak pendek itu.


1.

Duhai, malam/Sudikah membagikan senyummu/Meski aku siang?


2.

Senja/Tolong izinkan aku menempati jinggamu/Agar aku bisa mendekati malam.


3.

Bisakah aku bertemu malam/Meski aku siang?/Mungkin dengan memimpikannya.


4.

Lirih kupanggili namamu/Malam begitu sepi/Siang riuh sekali.


5.

Aku mengendap/Mengintipi malam dari balik tirai/Senyumannya/Ah, aku tertangkap basah.


6.

Sudah 00.00/Masihkah malam?/Selamat malam.


7.

Aku tidak perlu beretorika dengan kata-kata sulit, Malam/Karena mengingatimu sudah puisi bagiku.


8.

Bulan agak pemalu/Mengintipi malam dari balik awan mendung.


9.

Disibak sudah awan mendung/Bulan temaram/Tetap saja malu pada malam.


10.

Sudah tidak pemalu/Benderang bulan bercahaya/”Ini subuh,” lirih malam.


11.

Lelah seharian/Siang meletakkan penat di pangkuan malam.


12.

Aku penasaran/Apa yang dilakukan malam ketika siang tiba/Tidur mungkin.


13.

Siang dan malam berlainan waktu/Lantas dengan apa siang menemui malam?/Meminjam sore kah?


Seandainya punya teleskop, aku akan bisa lebih menikmati keindahan malam.


Maulana Usaid
27 September 2012

3 komentar:

Komentar-komentar