Jumat, 29 September 2017

Hikayat Santan

ilustrasi: aa lana


Santan berkata pada tahun 1965: Apalah daya, diri sudah terlanjur begini, tidak bisa kembali menjadi kelapa yang digantung di pohon. Di hadapan Wadah Plastik dan Saringan, Santan bercerita.

"Dulu aku adalah kelapa," ungkap Santan kepada Wadah Plastik dan Saringan.

Wadah Plastik dan Saringan tidak begitu saja memercayai pengakuan Santan. Dengan berbarengan mereka bertanya kepada Santan, "bagaimana bisa?" Dahi mereka mengkerut. Tapi sebenarnya mereka tidak memiliki dahi. Dahi mereka hanya rekaan.

"Tentu saja bisa," jawab Santan. "Kalian bertanya seakan-akan aku sedang menyampaikan kabar dusta."

"Tenang, Santan. Tenang." Kata Saringan.

"Iya, Santan. Tenang. Itu lebih baik bagimu." Wadah Plastik menimpali.

"Maafkan kekhilafanku," kata Santan.

"Tidak masalah," kata Saringan.

Wadah Plastik mengulangi kalimat yang diucapkan Saringan.

Kemudian Santan mulai dapat menguasai diri. Karena hanya dengan tenang ia bisa mengelola kata-kata yang akan dipakai untuk disampaikan kepada Saringan dan Wadah Plastik.

"Aku sudah tidak sabar nih," keluh Saringan.

"Iya, aku juga. Ayo ayo, Santan." Wadah Plastik suka sekali menimpali ucapan Saringan. Karena itu hobinya.

Kali ini Santan yang berusaha menenangkan Saringan dan Wadah Plastik. Mereka mulai riuh karena dikuasai oleh rasa penasaran. Setelah semuanya tenang, Santan memulai kembali ceritanya.

"Iya, dulu sekali aku adalah kelapa. Tempatku di atas pohon di mana aku bergantung bersama kelapa-kelapa lainnya. Hingga...."

"Hingga apa?" Tanya Wadah Plastik.

"Hinggap maksudku. Kamu sih menyela," kata Santan.

"Hinggap apa, Santan?" tanya Wadah Plastik lagi.

"Hinggap burung pipit di bagian tertinggi pohon kelapa. Kemudian terbang lagi."

"Di mana bagian kamu berubah wujud? Langsung ke situ saja deh." Pinta Saringan.

"Oke, sebentar lagi kita akan sampai ke situ." Jawab Santan.

"Duk! Begitu bunyinya. Teman sesama kelapa di sebelahku jatuh ke bumi. Hanya tinggal menunggu waktu saja akan tiba giliranku, pikirku waktu itu."

Saringan menjerit.

"Kenapa bisa jatuh, Santan? Apakah karena lelah bergelantungan?” Tanya Wadah Plastik.

"Bukan," jawab Santan.

"Ini berawal dari kedatangan seekor monyet bersama pawangnya. Monyet itu dirantai di lehernya. Sepanjang tiga meter kira-kira. Ia diperintah pawangnya menaiki pohon kelapa kami. Lalu, kalian sudah tahu apa yang terjadi selanjutnya."

"Pasti sakit," kata Saringan.

"Tentu saja," sahut Santan.

"Hebat sekali Si Pawang bisa membuat Si Monyet berlaku seperti manusia," Wadah Plastik menyatakan kekagumannya.

“Si Monyet juga hebat,” kata Saringan.

"Iya. Tapi ia dirantai." Kata Santan.

"Selanjutnya bagaimana nasibmu?" Tanya Saringan.

"Aku dan kelapa-kelapa lainnya dimasukkan ke dalam karung oleh Si Pawang. Karung diikatnya. Perlu kalian ketahui, sungguh tidak enak rasanya berjejalan di dalam karung itu. Kemudian aku merasa karung yang kami tempati saat itu seperti diangkat dari bumi. Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati: 'akan dibawa ke mana kami ini?' Karena kalau aku bertanya-tanya kepada kelapa-kelapa lainnya pasti mereka akan menggeleng. Karena kalau aku bertanya-tanya dengan berteriak kepada Si Pawang pasti sia-sia, di telinganya tersumpal ear phone."

"Itu benar, Santan." Wadah Plastik mengomentari.

"Ketika karung dibuka, aku tahu kami sudah berada di pasar tradisional. Si Pawang dan monyetnya sudah tidak ada."

"Ke mana mereka?" tanya Saringan.

"Mana kutahu. Yang aku tahu, Manusia Tambun Bersinglet itu mengambilku dari karung. Kemudian menanggalkan sabutku dengan parang. Memotong-motongku menjadi empat bagian, lalu memasukkanku ke dalam kantong plastik hitam kecil dan diikat."

"Apa yang kamu rasakan, Santan?" tanya Saringan.

"Iya. Apa kamu rasakan, Santan?" tanya Wadah Plastik juga.

"Sakit. Tapi tidak berdarah." Jawab Santan. "Kembali aku merasakan sensasi berada di tempat gelap. Tapi kali ini aku hanya sendirian."

"Kasihan sekali kamu," seru Saringan dan Wadah Plastik berbarengan.

"Aku tidak merasa perlu dikasihani. Aku rasa aku lebih perlu untuk melanjutkan ceritaku. Kalian juga memerlukannya kan?"

"Iya iya, Santan." Jawab Saringan dan Wadah Plastik berbarengan.

"Kantong plastik hitam kecil terbuka lagi. Tangan seorang Perempuan Berdaster mengeluarkanku dari kantong plastik hitam kecil. Aku digeret-geretnya ke parutan kelapa hingga aku menjadi serbuk kelapa. Waktu itu aku sudah berada di dalam mangkok kaca, air putih dituang dan bercampur denganku. Aku diperas oleh Perempuan Berdaster tadi. Ampasku tertinggal di atasmu, Saringan. Dan di sinilah aku sekarang ada di dalammu, Wadah Plastik. Menjadi santan yang menceritakan masa lalunya kepada kalian."

"Oh," seru Saringan dan Wadah Plastik berbarengan. Dan itu oh yang lumayan panjang.

Lima detik kemudian Perempuan Berdaster kembali dari urusannya yang tidak perlu diketahui Santan, Saringan dan Wadah Plastik. Ia memindahkan Santan ke tempat lain. Di tempat yang baru itu, Santan akan bercerita lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar