Senin, 27 November 2017

Kepada Mila Lagi


Mila, apa kabarmu?

Apa kabar. Pertanyaan yang klise. Tapi itu kalimat yang cocok untuk diungkapkan kepada orang yang sudah lama tidak bertemu. Dan seringkali mendapat jawaban: baik. Padahal dibalik jawaban baik mungkin saja tidak benar-benar baik. Kelihatan baik-baik saja belum tentu memang baik-baik saja.

Beberapa orang pandai sekali menyembunyikan kesedihan. Tak nampak dari wajahnya yang tenang. Kamu juga kan, Mila? Mengaku saja, di mana kamu menyembunyikan kesedihan? Apa di bawah lipatan pakaian di dalam lemari? Atau bank konvensional? Atau malah di bank syariah dengan akad wadiah?

Aku rasa malam ini adalah waktu yang cocok untuk menonton film yang kutunggu-tunggu, Mila. Menonton di bioskop di dalam mall bersama orang-orang yang sudah membeli tiket dengan harga mahal.

Apa kamu sudah menontonnya, Mila? Film yang gayanya seperti film-film koboi barat itu. Aku tahu kamu suka film-film koboi. Kamu pernah bilang bahwa kamu suka melihat koboi melakukan aksi saling tembak. Katamu, aku suka sekali kalimat di film The Good, The Bad and The Ugly. "Apa itu?" Tanyaku. "Bila kamu harus menembak, tembak. Jangan banyak omong," katamu.

Setelah film selesai aku singgah ke toko buku. Melihat-lihat buku, mencari-cari buku yang akan membuatku tertarik untuk membelinya.

Aku menemukan 1 buku menarik. Cetakan ketiga, bulan September 2017. Buku yang dulu pernah ingin kubeli tapi tidak jadi karena tidak ada duit. Dan akhirnya lupa. Buku itu kuambil dan kubawa ke kasir.

Sewaktu mencari kasir, aku tidak sengaja saling tatap dengan perempuan berbaju hitam dan berkerudung yang aku lupa bermotif apa yang berdiri di rak sebelah sana. Kulihat ia seperti seseorang yang salah tingkah. Salah tingkah yang pasti bukan karena melihat lelaki ganteng rupawan. Aku bukan golongan lelaki seperti itu, kamu tahu. Kukira ia salah tingkah karena merasa pernah melihat atau bertemu lelaki yang saat ini saling tatap dengannya entah di mana sebelumnya. Kejadian itu sangat singkat. Mungkin 3 detik. Aku berlalu mencari kasir yang berubah posisi letaknya. Hingga akhirnya aku temukan setelah bertanya kepada perempuan yang rambut panjangnya diikat. Aku tahu dia pegawai toko buku hanya dengan melihat baju yang ia kenakan. Tapi aku tidak merasa menjadi seperti Sherlock Holmes.

Di luar ternyata gerimis sudah menjadi hujan. Orang-orang banyak yang memilih untuk berteduh setelah membayar parkir. Mataku mencari-cari jalan keluar. Petugas parkir mendatangiku. Di sana, Pak, kalau mau berteduh. Atau mau berhujan? Aku jawab dengan anggukan kepala sambil bergumam hmm. Kemudian ia mempersilakan aku. Lewat sini, katanya.

Di bawah hujan aku ucapkan doa: Allahumma shoyyiban nafi'an. Hujan yang tidak terlalu deras itu memberiku rasa senang. Aku tidak tahu kenapa. Aku mulai bersiul menirukan musik di film yang baru saja kutonton. Aku baru tahu, bersiul di bawah hujan itu sulit. Sulit untuk membuat suara siul yang bagus dan nyaring. Di bawah hujan, suara siul jadi melempem. Kalau kamu tidak percaya, coba saja. Itu pun kalau tidak dilarang mamamu mandi hujan dengan alasan nanti sakit. Kecuali kalau kamu orang yang nekat.

Kamu orang yang nekat kan, Mila? Ayo kita mandi hujan sampai gigi bergemelutuk. Berjoget-joget dengan gerakan asal. Ketawa-ketawa, walau mungkin menyimpan beberapa luka. Mengering air mata, menjadi tahi mata.


Sabtu, 25 November 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar