Sabtu, 10 Desember 2011

Bila Aku Mati, Dan Mereka

sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=268620326506898&set=a.263235167045414.58217.263220997046831&type=3

Sore sabtu. 10 Desember. Uwa Jani—sepupu abahku—meninggal.

Seperti yang sudah direncanakan, sabtu ini habis asar para pengurus musholla Al Ikhlas di tempat tinggalku mau ngadain rapat pembangunan musholla yang baru dan silaturrahim. Rapat itu diadain di rumah salah satu jamaah. FYI: musholla Al Ikhlas berada di atas SD Muhammdiyah 14. Mau dipindah ke bawah ke bekas rumah orang yang sudah dibeli sebelumnya sama pihak musholla. Tujuannya biar jamaah yang sudah sepuh bisa ke musholla, nggak perlu naik tangga.

Waktu mau makan bubur uwa Jani bilang, “dadaku sesak nih.” Beliau mengaduk-aduk buburnya ke dengan sendok. Nggak lama kemudian… brukk! Beliau jatuh tepat dengan posisi muka di atas bubur. Pas dibangunin beliau sudah nggak sadar apa-apa. Setelah ditensi ternyata tekanan darah beliau tinggi. Nggak lama habis itu beliau meninggal.

Sebelum meninggal beliau sempat mambuang parangai (istilah Banjar, perilaku yang nggak biasa dilakukan sebelum orang meninggal). Abahku cerita, sesudah sholat beliau sengaja kembali hanya untuk salaman dengan orang-orang yang ngangkatin kursi buat acara kawinan.

Beruntung, beliau meninggal dalam keadaan sudah sholat asar. Beliau orang yang baik. Semoga amal ibadah beliau diterima Allah Subhanahuwata'ala. Aamiin.


Mendengar kabar uwa Jani meninggal aku terkejut. Terakhir, aku bertemu dengan beliau pas jum’atan kemarin. Aku salaman dengan beliau pas di parkiran. Trus, duduk bersebelahan. Aku nggak nyangka itu terakhir kalinya aku melihat beliau. Umur manusia siapa yang tahu.

Trus, muncul berbagai pertanyaan dalam pikiranku.

Bagaimana cara aku mati nanti? Khusnul khotimah atau justru suul khotimah?
Adakah yang mau menyolatiku nanti?
Apa yang kutinggalin nanti bila aku mati? Prestasi?
Apakah aku akan dikenang? Atau dikenang hanya sebulan setelah kematianku?
Dikenang? Tentu. Kebaikan-kebaikanku atau malah kejelekan-kejelekanku?
Sudah banyakkah kebaikan yang kulakukan?

Yang kutakutkan bila mati nanti aku belum sempat ngebahagiain kedua orang tuaku. Aku belum sempat ngebuat mereka bangga pernah punya anak sepertiku. Aku takut belum sempat nikah. Ya, aku benar-benar takut.

Ada hal menarik yang biasa dilakukan oleh Steve Jobs tiap pagi.
I have looked in the mirror every morning and asked myself: “If today were the last day of my life, would I want to do what I am about to do today?”

Kematian adalah sebuah misteri. Tapi, itulah yang membuatnya menarik.
Biarlah kematianku yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Maulana Usaid
10 Desember 2011


***

Dan Mereka

"Waktu uwa Jani meninggal kamu nangis nggak?" tanya om Arul kepada Ria—sepupuku.
"Nangis, Yah." jawab Ria.
"Kalau Abun (abahku) meninggal gimana?"
"Nangis, Yah."
"Kalau ayah gimana?"
"Ya nangis, Yah."

Kira-kira begitu percakapan antara om Arul dan Ria sebelum beliau jatuh pingsan habis mandi.

Dan akhirnya beliau menghembuskan napas yang terakhir di IGD RS Sari Mulia.

Ah, kematian datangnya memang nggak disangka-sangka. Nggak dapat ditebak. Sehari setelah uwa Jani meninggal, lalu besok paginya abah Ria menyusul. Padahal meraka sama-sama nggak sedang sakit. Begitu mendadak. Nggak ada yang menyangka. Tapi, mati nggak peduli yang akan ditemuinya itu sehat atau sakit. Ketika ia datang nggak ada yang dapat menundanya.

Semoga abah Ria dilapangkan kuburnya dan amal ibadahnya diterima oleh Allah Subhanahuwata'ala. Aamiin.

Aku jadi ingat, kalau nggak salah abahku pernah bilang begini,"Lan, kalau abah meninggal kamu yang jadi imam ya..."

Maulana Usaid
12/12/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar