Pada momen malam tahun baru yang terasa biasa saja, Salman dan mamanya turun dari taksi kol. Menempuh perjalanan lebih kurang 2,5--3 jam dari Rantau ke Banjarmasin. Saya menunggu mereka di depan Polsek Kertak Hanyar. Duduk di atas Beat Karbu 125 kesayangan sambil memantau linimasa media sosial.
Sebelum sampai di rumah, kami singgah di Depot Ramin membeli sebungkus mi goreng, sebungkus capcay goreng, dan sebungkus nasi putih. Di depot, Salman melihat benda seru: kursi kayu berkaki empat yang atasnya bebentuk bundar dan hanya untuk diduduki satu orang.
Dia terlihat berusaha keras menaiki kursi kayu yang tersandar di tembok tersebut. Mamanya refleks membantunya sampai di puncak kursi. Belum sampai sedetik dia turun kembali. Salman mau naik sendiri, ucapnya.
Salman berbicara tentang banyak hal, yang paling banyak mengoceh sesuatu yang tidak jelas, dicari di Kamus Lengkap Bahasa Indonesia pun tidak ditemukan kata yang diracaukannya dengan nada nyaring itu.
Sepanjang jalan menuju rumah dia terus berbicara, bercerita aneka macam hal absurd kepada saya. Kata ibu gurunya di sekolah, Salman senang bercerita soal kegiatan dia di Banjar.
Juga sepanjang jalan dari Rantau ke Banjarmasin dia terus berceloteh. Paman taksi tertarik dengannya lalu memulai percakapan dengan menanyakan usia Salman.
"Oh, sudah sekolah ya," ujar Paman Taksi.
"Iya sekolah. Tapi ini sudah bulikan," jawab Salman.
Sebelum tidur, seperti biasanya Salman akan bermain dulu di atas kasur dengan menaiki badan saya yang tiarap atau menungging, lalu meloncat ke kasur. Itu akan diulang-ulangnya sampai kelelahan dan minta dodot alias minum susu dengan dot.
Malam tadi, kami betiga sudah di atas bantal masing-masing. Bersiap untuk terlelap. Tiba-tiba Salman bangkit dan meloncat seperti kodok menerjang tembok. Tentu saja badannya tidak tembus tembok seperti hantu Casper, melainkan terjengkang dan menangis.
Salman pergi ke pelukan mamanya yang menertawakannya. Saya jadi ikut tertawa. Dahinya jadi benjol.
Siang harinya di tempat kerja, saya bercerita kepada Ferdi soal dua kejadian apes yang menimpa saya sewaktu SD. Pertama, kaki saya kejatuhan plang sekolah berukuran 80 cm X 60 cm sewaktu berdiri di depan kelas sambil menikmati jajanan. Untung tidak mengenai kepala, tapi seketika kaki saya bengkak. Kedua, saat menaiki tangga di sekolah saya terpeleset karena terburu-buru, sehingga dahi saya menghantam ujung anak tangga dan benjol.
Saya dibawa ke ruang guru. Di sana, guru Pendidikan Agama Islam, Almarhumah Ibu Hj. Rohana, meniup-niup rambutnya yang panjang lalu ditekan-tekannya dengan pelan ke benjol saya. Saya kira itu cara orang bahari untuk mengempiskan benjol.
Saya suruh Emma untuk melakukan hal serupa ke dahi Salman. Kemudian segera ditepis Salman dengan mengatakan: tidak mau!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar-komentar