Sabtu, 24 Desember 2011

Resensi Buku - The Bartimaeus Trilogy Buku 3: Ptolemy's Gate

Judul: The Bartimaeus Trilogy (Ptolemy’s Gate)
Penulis: Jonathan Stroud
Terbit: September 2005 (AS), September 2007 (Indonesia)

Tebal: 576 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Indonesia), Hyperion Books (Amerika Serikat)

Resensi The Bartimaeus Trilogy (Ptolemy's Gate)

Kerinduanku dengan gaya bicara Bartimaeus yang pedas dan sarkastis terobati setelah menyelesaikan The Bartimaeus Trilogy Buku 3: Ptolemy’s Gate pagi kemarin.

Ptolemy’s Gate berkisah tentang terjadinya kekacauan di pemerintahan yang mengakibatkan  demonstrasi commoner di mana-mana. Lingkaran yang tak terputus antara penyihir dan de—makhluk halus—penyihir memanggil jin, mengikat mereka, memperbudak, melepaskan, kemudian memanggil lagi. Begitu seterusnya.

Lingkaran inilah yang ingin diputus oleh Kitty yang sekarang memotong pendek rambutnya model bob dan memiliki dua nama samaran—Clara Bell dan Lizzie Temple. Dia ingin dalam pemanggilan jin tidak ada perbudakan. Oh iya, Kitty mempelajari sihir. Bertolak belakang dengan sikapnya yang membenci penyihir. Dan dia memanggil Bartimaeus.
Dan akan jauh lebih efektif bagi kita kalau berjuang sebagai kekuatan yang sederajat: tidak ada budak, tidak ada master. (halaman 242)

Dalam perjalanan karirnya Nathaniel menjadi penyihir senior dan menempati kedudukan yang tinggi di pemerintahan. Semakin haus akan kekuasaan.Syukurlah, di tengah-tengah cerita dia melepaskan sosok John Mandrake yang bukan merupakan karakter aslinya—Nathaniel yang dulu kembali.
Tapi kemudian gadis itu siuman, dan seiring perasaan leganya, Nathaniel memiliki tekad baru. (halaman 374)

Dia juga membongkar nama aslinya pada Kitty.
“Kita berdua melakukan apa yang bisa kita lakukan.” Mandrake tersenyum padanya, untuk pertama kalinya. “Well, jika kau akhirnya mencoba juga, kudoakan semoga beruntung.”
“Semoga beruntung juga, Mr. Mandrake.”
Suara anak kunci bergemeretak, deritan besi: gerendel di balik pintu ditarik.
“Kau tidak perlu memanggilku begitu,” kata Mandrake.
“Itu namamu.”
“Bukan. Namaku Nathaniel.” (halaman 413-414)

Pembongkaran nama aslinya kepada Kitty tak lain karena dia percaya. Lebih dari itu, dia mulai menyukai Kitty—mungkin tepatnya mencintai. Oh! Ke mana saja kau Nath. Aku sudah dari buku 2 merasakannya.
Gelombang kekaguman mengalir di tubuh Nathaniel; otaknya berbuih karenanya. “Kau  cantik sekali!” katanya. (halaman 491)

Well, bukan si jin Bartimaeus, tapi Kitty Jones lah yang paling kurindukan. Seperti yang dikatakan Nathaniel, Kitty cantik sekali—secara harfiah. Kitty seorang commoner—bukan penyihir—berotak cerdas, keras kepala, gigih, dan jangan lupa cantik sekali. Ah, kecintaanku pada sosok Kitty bertambah di tiap-tiap halaman. Kitty… Kitty… Sayangnya kau cuma fiksi.

Aku aneh, kan? Memang.

Kitty menggangguk riang. “Ya, Sir. Tapi aku selalu percaya bahwa sebagai apa pun kita dilahirkan, tidak boleh menghalangi bakat kita. Aku enerjik dan cepat, juga cekatan.” (halaman 65)

Kitty mengganguk. “Benar. Kejadiannya seperti ini. Setelah pertemuan kita yang terakhir, aku ingin sekali berbicara dengamu lagi. Yang kutahu hanya namamu—atau salah satu namamu—Bartimaeus. Cukup sulit, karena aku bahkan tidak tahu bagaimana ejaannya. Tapi aku tahu jika aku mencari dengan gigih, kau akan muncul dalam catatan sejarah entah di mana. Maka saat memulai pelajaranku, aku menajamkan mata untuk mencari namamu.”  (halaman 237)

Dan untuk yang barusan kaukatakan. Untuk menjadi orang yang menyerah kalah sekarang. Terutama untuk itu. Aku tidak berniat mati.” (halaman 403)

Kitty tersenyum dan duduk menyandar di kursi. “Berusahalah terus,” katanya. “Ini bisa dilakukan. Tidak mudah, tapi bisa. Kau akan terkejut akan apa yang bisa kau capai.” (halaman 567)

Aku sangat ingin menuliskan penggalan dialog Nathaniel dan Kitty berikut. Ohh.. well. Baiklah—emosiku terlibat di dalamnya. Aku membaca bagian akhirnya berulang-ulang.
“Sebegitu saja janji kalian,” akhirnya ia berkata. (halaman 565)
Sampaikan salamku pada Kitty (halaman 572)

Aku memang menikmati alur ceritanya. Tapi, aku agak kurang puas dengan bagian akhirnya yang umm—baca saja novelnya kalau ingin tahu.

Terima kasih kepada Kiki yang sudah mengenalkanku dengan karya Jonathan Stroud yang keren ini. Selanjutnya aku ingin membaca The Ring of Solomonprekuel dari The Bartimaeus Trilogy.

Resensi Buku - The Bartimaeus Trilogy Buku 1: The Amulet of Samarkand
Resensi Buku - The Bartimaeus Trilogy Buku 2: Golem's Eye


Maulana Usaid
24/12/2011

2 komentar:

Komentar-komentar