Kejadian ini sore kemarin. Ada dua bocah mengenakan jersey klub sepak bola luar negeri. Satu orang jersey berwarna merah, mungkin Manchester United (MU). Satu orang lainnya jersey berwarna biru bergaris-garis hitam vertikal, mungkin Inter Milan. Saya tidak terlalu hafal jersey bola.
Bocah jersey MU mendatangi saya yang duduk di bangku samping Halte Dharma Praja depan Alfamart. Dia menawari barang dagangan yang ada di tangannya. Tersimpan rapat di dalam toples persegi panjang transparan. Saya menangkupkan kedua tangan sambil mengangguk ke arahnya karena sedang tidak ingin makan pisang aroma.
Dia menjauh. Lalu mendatangi bocah jersey Inter Milan yang duduk di halte.
Semenit tujuh belas detik kemudian saya mendekat ke halte. Saya bertanya kepada bocah MU, "Berapa satu?"
"Dua ribu."
"Beli 5 boleh enggak?"
"Boleh."
Saya mengeluarkan uang sepuluh ribu dari saku celana sebelah kiri.
"Satu lagi ya biar habis," bocah MU mengeluarkan jurus marketing.
"Oke." Saya mengeluarkan uang lima ribu dari saku celana sebelah kiri.
"Siapa nama pian?"
"Abay," jawab bocah Inter Milan.
"Yang satunya?"
"Husin," jawab mereka berbarengan.
Abay adalah kakaknya Husin. Abay kelas 1 SD, dan Husin kelas 2 SD.
"Kok Abay kakaknya?"
"Dia terlambat masuk sekolah." Husin menjelaskan.
Dagangan sudah habis. Mereka menunggu bis untuk pulang ke Sungai Jingah. Mereka tinggal bersama nenek, kata Abay.
Bis datang. Mereka tetap duduk karena bis penuh. Bis pergi. Mereka dengan santai melompat ke trotoar dan berjalan.
"Ke mana?"
"Pulang!"
Saya memperhatikan mereka berjalan. Sekitar 27 meter dari saya mereka berhenti, lalu melambaikan tangan ke taksi kuning alias angkot. Namun, angkot tetap melaju.
Kemudian ada sepeda motor menepi ke arah mereka. Terlihat pengendara sepeda motor berbicara dengan Abay dan Husin. Setelah itu mereka naik sepeda motor lalu menghilang di kejauhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar-komentar