Sejak hari Rabu, dia memosting foto sedang berada di tanah suci Makkah. Sepertinya sudah dia rencanakan 1 hari posting 1 foto di instagram. Hari pertama dia memosting foto sedang berpakaian ihram. Kepalanya gundul. Tangannya ingin memetik kurma dari pohonnya.
Hari selanjutnya, dengan mengenakan sandal putih, gamis hitam, peci putih—orang Banjar menyebutnya kopiah haji, badannya memunggungi kamera dan kepalanya menoleh ke belakang. Berdiri di bawah eskalator. Seakan-akan setelah difoto dia segera naik eskalator. Saya tergerak untuk mengomentari:
Doakan ulun di muka kabah kahaji lah.
Siap, kirim foto seperanakan, kena difotokan di kabah, balasnya.
Hanya dia sendiri di dalam foto. Tiada istri dan tiada dua anaknya. Di media sosial, kondisi seperti ini biasanya akan memantik pertanyaan. Tapi saya tidak menaruh curiga sama sekali. Teman saya itu, Gusti, saya tahu dia masih berada di Banjarmasin. Dia juga sama seperti saya, belum pernah naik haji atau umroh. Di dunia maya harus lebih bahagia daripada di dunia nyata, ungkapnya lewat WA.
Hari Jumat, dia memosting foto berpakaian serba putih. Dia sedang khusyuk mendengarkan khotbah Jumat di masjid. Duduk sendirian di salah satu saf, sementara jamaah lainnya duduk di saf belakang.
Masih di hari Jumat, ketika jam kerja telah usai, ada yang mengirimi saya pesan di WA. Bukan dari Gusti, melainkan Pak Agus, rekan kerja di kantor. Beliau mengirim foto handphone bertulisan 'Maulana dan Keluarga' dengan latar belakang orang-orang duduk di masjid. Seakan-akan memberitahu saya bahwa beliau mendoakan saya dan keluarga.
Sungguh ajaib kehidupan, saya minta doakan dengan Gusti yang sedang berada di Makkah lewat Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI). Besoknya, saya malah didoakan Pak Agus yang benar-benar berada di Makkah. Tanpa saya pinta. Tentu saja ini karena izin Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar-komentar