Kamis, 04 Desember 2025

Anak Babah

Saya punya taktik baru supaya Salman tidak rewel dan ogah-ogahan ketika dibangunkan di pagi hari. Sejak bangun, pipis, gosok gigi, mandi, hingga bersiap mau berangkat ke sekolah dia bersikap kooperatif. 

Ini sudah memasuki bulan ketiga Salman tinggal dengan saya. Dia benar-benar tidak ikut mamanya lagi ke Rantau. Dia tidak mau lagi bersekolah di sana. Sebenarnya dia masih penitipan, tapi kami lebih enak bilang dia sekolah. Karena seperti sekolah ada belajar macam-macam hal, hanya saja tidak pakai seragam. 


Saya bangunkan dengan mengelus-elus punggungnya. Dia tidak mau bangun. Matanya masih memejam. Tapi kesadarannya sudah muncul ketika saya tanya apakah masih mengantuk, dia mengangguk. 


"Nanti Babah bangunkan lagi ya," kata saya yang dijawabnya dengan mengangguk lagi. 


Saya tinggalkan dia untuk mandi dan mempersiapkan hal-hal lainnya. Setelah saya memakai pakaian kerja, saya kembali membangunkan Salman. Dia masih tidak mau bangun. 


Saya katakan kepadanya bila masih mengantuk, nanti di sekolah tidur saja lagi. 


"Salman sekarang harus bangun dulu. Pipis, gosok gigi, mandi, biar babah sempat naik bis kantor babah. Salman babah gendong ke dapur ya," kata saya. Dia mengangguk. 


Ketika mandi, Salman sempat menolak. Saya jelaskan kepadanya bahwa mandi supaya badan jadi harum dan mematikan bakteri-bakteri jahat seperti di Dolewak—kartun tentang organ tubuh manusia di Youtube. 


"Bakterinya warna apa, Babah?" tanya Salman. 


"Ada ungu, merah, hijau, biru, macam-macam warnanya," jawab saya sambil menyabuni sekujur tubuhnya. 


"Macam-macam?"


"Iya."


Salman lambat laun menjadi Anak Abah alias Anak Babah. Tapi tetap saja, bila mamanya pulang kadang saya bisa dimusuhinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar-komentar